Minggu, 01 Februari 2009

UPAYA MENUJU SUKSES

Ketika sedang menghadiri sebuah pelatihan motivasi spiritual di sebuah kantor di Jakarta, salah seorang peserta menanyakan sesuatu,”Pak, apakah yang dimaksud dengan sukses?” Sepintas pertanyaan ini sederhana tetapi memerlukan jawaban yang panjang.

Saya menjawab,”Secara sederhana, sukses itu berarti Saudara berhasil mencapai apa yang Saudara inginkan. Contoh, kalau dalam waktu 2 (dua) tahun ke depan Saudara berkeinginan menjadi seorang Manager, lalu dalam waktu 2 tahun itu tercapai, maka Saudara dapat dikatakan sudah mencapai satu tahapan sukses.” Tetapi karena forum ini sebuah forum pelatihan motivasi spiritual, maka jawaban saya secara lebih panjang meninjau dari sisi atau sudut spiritual (agama).

Definisi tentang sukses dalam Islam, sudah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah ayat 201, suatu ayat berupa doa yang seringkali kita panjatkan sehabis shalat,”Robbana aatina fiddunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah wa qina ‘adzaa bannaar.” “Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan (kebahagiaa)n di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” Jadi, sukses dalam terminologi Agama Islam adalah, bahagia atau sukses yang tidak hanya selama hidup di dunia, tetapi juga sukses dan bahagia setelah hidup kita di dunia ini berakhir, yaitu dalam kehidupan di akhirat dan bahkan juga bebas dari sikssa api neraka. Sebuah sukses yang komplit, sempurna.

Lalu bagaimana upaya kita-kita ini berikhtiar mencapai sukses sempurna tadi. Salah satu upayanya, saya ulangi, salah satu dari berbagai upaya untuk mencapai sukses adalah, mari kita lihat apa yang Allah telah memberikan kita tuntunan dalam surat Al-Mukminun (surat ke 23) ayat 1 – 11,”Sungguh beruntung orang orang yang beriman. (Yaitu) orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi, barang siapa mencari dibalik itu (zina dan sebagainya)), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya. Serta orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah yang akan mewarisi. (yakni) yang akan mewarisi (surga) firdaus. Meraka kekal di dalamnya.”

Jadi, menurut tinjauan yang dijelaskan dalam ayat di atas, syarat untuk menjadi sukses yang utama adalah harus beriman terlebih dahulu. Kalau tidak beriman sudah pasti tidak akan dapat kesuksesan akhirat dan bebas dari api neraka. Beriman kepada siapa? Dijelaskan secara tegas dalam syahadat,”Asyhadu alla illa ha illAllahu, wa asyhadu anna Muhamaddar Rasulullah.” “Aku bersaksi bahwa Allah lah Tuhanku, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.” Dan mengimani yang lainnya seperti pada rukun iman. Itu langkah pertama.

Langkah kedua, yaitu khusyuk dalam shalat. Khusyuk dalam terrminologi kita sehari-hari adalah, fokus. Khusyuk dan fokus dalam shalat adalah sebuah tingkat pengerahan konsentrasi kita yang paling tinggi. Kita sedang berhadapan dengan Pemberi Hidup, Pemberi Rezeki, Yang Maha Kuasa. Kita berikan semua jiwa raga kita untuk berkomunikasi kepada Yang Maha Kuasa. Kita jaga shalat kita, shalat wajib, ditambahi yang sunnah-sunnah. Kita jaga ibadah kita. Harus diingat bahwa shalat itu menghindarkan kita dari perbuatan keji dan mungkar.
Kalau sikap fokus ini kita refleksikan, kita terapkan dalam berikhtiar dan bekerja, satu langkah berupaya menuju sukses bisa kita raih. Dalam bekerja kita tidak “tergoda” untuk mengerjakan lain-lain hal sebelum satu pekerjaan kita selesaikan. Banyak orang, mungkin termasuk kita, seringkali satu pekerjaan belum selesai sudah menggarap pekerjaan lain. Hasilnya, tidak maksimal, malah mungkin tidak selesai-selesai semua pekerjaan itu. Kalau shalat kita benar, maka kita akan terhindar dari mengerjakan hal-hal yang tercela.

Langkah ketiga, menjauhkan diri dari pekerjaan yang sia-sia. Kita seringkali menghabiskan waktu tanpa manfaat sehingga melalaikan ibadah. Dari mulai shalat Zuhur, Ashar, Magrib, Isya, sampai Subuh polos tidak dikerjakan karena menghabiskan waktu tanpa guna. Tanpa kita sadari, banyak sekali kita mengerjakan hal yang sia-sia dalam kehidupan sehari-hari sehinga melalaikan kita dari kehidupan sehari-hari, dari yang ringan sampai yang berat. Kita lalai dari ibadah kita. Lalai dari ibadah sudah pasti jauh dari keberkahan Allah. Kalau di tempat pekerjaan, jujur nih, banyak yang chating di face book, browsing internet berlama-lama pada saat waktu atau jam kerja. Akibatnya, pekerjaan terbengkalai, yang pada ujungnya, merugikan banyak pihak. Baik itu pihak perusahaan, rekanan, customer, dan terutama, ya diri kita sendiri.

Langkah keempat, menunaikan zakat. Zakat itu mensucikan harta yang kita miliki. Dan di dalam harta yang kita miliki sesungguhnya ada terdapat hak orang lain yang dititipkan kepada kita. Hak orang lain ini kita keluarkan. Manfaatnya, satu, harta yang kita miliki menjadi berkah dan diridoi Allah, kedua, membantu banyak orang yang tidak mampu, apakah orang miskin, anak yatim (dan piatu), untuk mereka bergerak secara vertikal berubah kemudian menjadi golongan orang yang mampu. Orang-orang yang merasakan manfaat dari zakat yang kita keluarkaan, mereka akan mendoakan kita, agar kita dilimpahkan rezeki yang tidak ada putus-putusnya. Dahsyat kan.

Langkah kelima. Memelihara “kemaluannya”. Ini bisa kita aplikasikan bahwa kalau kita mencari rezeki jangan memakai cara yang malu-maluin. Jangan menempuh cara-cara yang zalim. Jangan memakan rezeki yang bukan haknya. Hak orang dirampas. Bantuan untuk anak yatim dimakan. Sogok, suap, manipulasi, korupsi dan sejenisnya. Orang-orang yang seperti ini banyak kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Mereka cepat (sukses dalam tanda kutip) dan menjadi orang kaya secara materi. Tetapi ujung-ujungnya orang-orang seperti ini akan berlabuh di Kejaksaan, bahkan KPK. Bikin malu keluarga. Harta disita. Masuk penjara. Keluarga berantakan. Di dunia saja sudah tidak sukses apalagi di akhirat.

Langkah keenam, menjaga amanat. Amanat atau kepercayaan adalah hal penting dalam kehidupan, baik pribadi, keluarga mau pun dalam dunia usaha. Sebagai contoh, suatu order pesanan yang diberikan kepada kita harus di tunaikan dengan penyerahan atai delivery yang sesuai kualitas dan waktu penyerahannya. Tidak sesuai dengan pesanan, bisa diperkirakan pesanan mendatang akan dialihkan kepada perusahaan lain. Contoh lain, apabila kita diamanatkan untuk menjadi pemimpin rakyat, untuk mensejahterakan rakyat, ya jangan kekuasaan yang diamanatkan malah disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri.

Dan terakhir, (ayat 9), memelihara shalat. Sekali lagi Allah memberi tuntunan untuk tetap memelihara shalat. Shalat itu tiang agama. Bila meninggalkan shalat, maka seseorang itu sudah meruntuhkan tiang agama. Kalau tiang agama sudah runtuh, agamanya pun runtuh, maka hidupnya sudah pasti tidak ada keberkahan dari Allah. Harta yang diperoleh boleh jadi karena banyak sikat kiri sikat kanan, tidak perduli halal haram , yang penting dapat.

Intinya, jaga ibadah kita. Apabila ibadah kita jalankan dengan istiqomah dan penuh keikhlasana, niscaya akan terefleksi ke dalam kehidupan kita sehari-hari.
Silakan mencoba.