Senin, 22 Juni 2009

KELUARGA SAKINAH: MUDAHNYA DIA BUAT JANJI, SEMUDAH DIA INGKAR JANJI Inspired by the Song : ”CINTA” performed by: Rossa

ke gurun engkau ikut
ke kutub engkau turut
bersama sehidup semati
demikian kau ucapkan janji
menangis kita berdua
tertawa bersama
tapi kini apa terjadi
segalanya kau tak peduli lagi
dan yang lebih menghancurkan kalbu
kau bercumbu di depanku
Oh Tuhan tunjukkanlah
dosa dan salahku
mudahnya dia buat janji
semudah dia ingkari janji
alangkah kejamnya cinta
alangkah pedihnya
kejam oh kejam
pedih oh pedih
cinta oh cinta

Lagu ini ditulis oleh Titik Puspa sudah lama sekali, dan yang melantunkannya Broery, Acil Bimbo hingga Rossa. Saya menafsirkan lagu ini mengenai seorang, apakah itu pria atau wanita, yang telah mengikat janji untuk dapat mengarungi samudera kehidupan bersama, telah bersumpah setia, dalam keadaan senang mau pun susah selalu bersama. Tetapi pada perjalanannya apa yang mereka cita-citakan hilang lenyap karena salah seorang dari mereka berpaling kepada yang lain.

Tahun lalu, di bulan Ramadhan, seorang teman, pria, menelepon saya pengen bertemu karena ada masalah yang besar yang sedang dihadapinya, dan minta bantuan saya. Wah, dalam pikiran saya, masalah besar di bulan Ramadhan, nggak jauh-jauh nih, biasanya masalah buat THR. Tapi, saya menemui dia. Yang saya agak surprise, dia minta ketemunya di Masjid Sunda Kelapa, biar ”hawanya adem.” Boleh juga nih.

Ternyata masalah yang diceritakannya diluar dugaan saya, bukan masalah THR, tetapi masalah rumah tangganya yang diambang perceraaian. Masya Allah. Padahal beberapa waktu sebelumnya saya melihat mereka adalah sepasang suami istri yang hangat, yang berbahagia, karena mungkin satu profesi, sebagai praktisi event organizer. Bahkan mereka beberapa kali terlibat dalam satu proyek bersama. Singkatnya mereka adalah pasangan yang kompak seperti ganda campuran Christian Hadinata dan Imelda (duh jadul ni yeee).

Pada dua tahun lalu, teman saya ini mendapat proyek pekerjaan di Makasar. Ada sebuah perusahaan disana yang memerlukan seorang konsultan untuk mengerjakan proyek selama satu tahun. Jadilah Teman ini berangkat dengan memboyong keluarganya, istri dan dua anaknya yang masih kecil. Pekerjaan yang menarik dan penuh dengan kreatifitas dijalani dengan penuh semangat. Hari libur dipergunakan mereka dengan penuh keceriaan, yang tidak pernah mereka jalani ketika mereka di Jakarta, maklum di daerah masih banyak tempat berlibur yang bagus dan alami. Anak-anaknya pun merasakan keriangan yang berbeda dan mereka menjalani hari-hari dengan penuh kebahagiaan.

Tetapi justru disanalah awal bencana rumah tangganya terjadi. Rupanya secara diam-diam ada seorang karyawan di perusahaan itu yang menaruh perhatian pada isteri teman ini. Dan celakanya, si istri pun menanggapi perhatian itu dengan sikap yang serupa, mau-mau juga. Ketika proyek pekerjaan selesai, si karyawan tadi juga pindah ke Jakarta, sehingga berlanjutlah hubungan di belakang layar tadi. Hingga akhirnya tau lah si suami, teman saya tadi. Pecahlah keributan di rumah tangganya, yang sayangnya, karena peristiwa itu, keutuhan rumah tangganya tidak dapat dipertahankan lagi. Akhirnya bercerailah mereka, dengan kedua anak ikut dengan Bapaknya.

Sungguh, kita semua tentu tidak ingin kejadian sekecil apa pun mencederai keutuhan rumah tangga kita. Kita ingin rumah tangga kita tetap bertahan dengan harmonis, penuh kehangatan hingga kita semua menutup mata, amin

Lalu bagaimanakah kiat-kiat menjaga keharmonisan rumah tangga kita agar tetap sakinah mawaddah wa rohmah hingga kematianlah yang memisahkan kita dengan pasangan hidup kita sebagai berikut :

1.Berbagi visi dan cita-cita

Dalam menentukan pasangan hidup, tentunya di awal pernikahan kita harus benar-benar meluruskan niat kita. Apalagi bagi seseorang yang sudah menikah, suami dan istri sama-sama bekerja. Masing-masing harus mau dan mampu memahami pekerjaan pasangannya. Dengan kata lain satu haluan (satu visi dan misi, satu pemikiran). Agar nantinya lebih mudah dalam berkomunikasi dan menentukan arah dan langkah hidup selanjutnya. Tidak bisa dibayangkan, jika suami aktif dengan pilihan profesinya, si istri tidak dapat mampu memahaminya., begitu pun sebaliknya. Jika hal ini terjadi, tentunya akan sulit terbentuknya rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rohmah.

2.Saling percaya

Ini juga merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki para pasangan hidup. Kita harus bisa menjaga kepercayaan yang diberikan pasangan hidup kita. Jangan sekali pun mengkhianati perasaan pasangan kita. Jagalah kepercayaan ini dengan baik. Baik kita maupun pasangan hidup kita hendaknya berjalan lurus sesuai tuntunan agama, maka yang akan tumbuh adalah rasa saling percaya.

3.Saling menghargai

Dalam hal ini kita bisa mencontoh Rasulullah SAW yang begitu lembut dan menghargai para isteri beliau. Sampai-sampai, pada suatu hari Rasulullah SAW pulang larut malam dan tak dapat membuka pintu karena isteri Beliau tertidur di depannya,maka Rasulullah SAW memutuskan tidur di luar rumah, Subhanallah.

4.Mudah memaafkan

Dalam hidup ini, tentu saja tak ada gading yang tak retak, maka jika salah satu diantara pasangan hidup kita berbuat salah, maka MAAFKANKAH, dan selesaikan semua persoalan sebelum pergi tidur.

5.Keterbukaan
Rumah tangga yang baik, sebaiknya menganut sistem manajemen keterbukaan. Jangan pernah ada sedikit rahasiapun diantara kita dengan pasangan hidup kita. Masalah keuangankah, masalah pekerjaan kah, masalah teman-teman fesbukkah, masalah sms-smskah, semua hendaknya kita ceritakan dengan pasangan hidup kita. Istilahnya tidak ada dusta diantara kita dan pasangan hidup kita tentunya.

6. Bersahabat dalam suka dan duka
Kebahagiaan suami adalah kebahagian kita, kesedihan suami juga kesedihan kita demikian sebaliknya. Hendaknya kita selalu bersama dengan pasangan hidup kita baik suka maupun duka.

7.Menerima kekurangan pasangan hidup
Di dunia ini, tentu saja tidak ada manusia yang sempurna. Apalagi manusia adalah tempat salah dan lupa. Rasanya kurang bijak, jika menganggap pasangan hidup kita seperti malaikat yang tak punya dosa. Yakinlah, di balik kekurangan pasangan hidup kita, pasti Allah SWT ciptakan berbagai kelebihannya. Jangan pernah sekali-kali membandingkan pasangan hidup kita dengan pasangan hidup orang lain. Yakinlah, pasangan hidup yang dipilihkan Allah untuk kita, adalah yang terbaik, Insya Allah.

8.Bersikap murah hati dalam kemesraan

Biasanya wanita lebih bersifat romantis dibandingkan seorang pria. Walaupun dari cerita seorang teman akhwat, justru suaminyalah yang lebih romantis. Tidak masalah, kalau suami kita tidak bisa romantis, ya kitalah sebagai isteri yang bersikap romantis atau sebaliknya. Jangan pernah pelit dengan kata-kata lembut, kata-kata sayang, I love so much, I miss you, my honey. Bisa kita lakukan ketika bersms dengan suami kita, bisa juga dengan pertanyaan-pertanyaan perhatian, Mas, sudah makan belum?, atau ada yang bisa aku bantu, Mas?. Bisa juga di awal sms atau telepon, dengan kata-kata, Assalamu’alaikum say, sedang apa di kantor? Atau Abi, jangan lupa ya bawakan aku oleh-oleh ya, I Love You su much…(mengakhiri sms misalnya). Biasanya dengan kelembutan dan kasih sayang, semua akan menjadi cair dan akan bertambah rasa cinta dan sayang kita terhadap pasangan hidup kita.

9.Ciptakan kejutan bagi pasangan

Kadang-kadang kejutan yang kecil pun sangat bermakna bagi pasangan hidup kita. Misal pulang dari bekerja, kita belikan martabak telor dengan juice jambu kesukaannya, ataupun sebaliknya, pulang kerja, tiba-tiba suami kita belikan oleh-oleh empek-empek kesukaan kita, bisa juga majalah Ummi atau Tarbawi (terbaru misalnya). Bisa juga ketika suami pulang, sudah kita masakkan masakan kesukaannya. Dalam Islam memang tidak ada perayaan hari ulang tahun, namun tidak ada salahnya kita memberikan hadiah untuk pasangan hidup kita, bisa membelikan sebuah dompet, baju koko, atau kemeja kesukaannya. Jangan lupa ucapkan terima kasih atas pemberian tersebut, agar bertambah rasa syukur kita pada Allah SWT, yang telah menganugerahkan pasangan hidup untuk kita.

10.Ciptakan bulan madu kedua

Sesekali, ajaklah pasangan hidup kita, untuk berduaan saja tanpa anak-anak, untuk menikmati saat-saat indah berdua saja. Bisa makan berdua di luar rumah, dengan suasana romantis. Tidak perlu yang mahal kok, yang penting nilai kebersamaannya. Lalu bicaralah dari hati ke hati, jadilah pendengar yang baik, sampai pasangan kita menyelesaikan pembicaraannya Tataplah mata pasangan hidup kita dengan penuh cinta dan kasih sayang. Subhanallah, indah sekali, jika semua pasangan hidup bisa melakukan hal ini, rasanya tidak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan di dunia ini. Yakinlah, Insya Allah setelah acara ini, irama hidup pasti berubah !.

11.Jangan sepelekan janji

Bila sudah berjanji dengan pasangan hidup kita, usahakanlah untuk menepatinya, biarpun untuk hal-hal yang kecil atau sepele. Seperti menjemput dari kantornya, atau mengantarkan ke dokter, berbelanja ke pasar swalayan, misalnya. Tapi sebagai seorang isteri, kita pun harus menyadari tugas dan pekerjaan yang diemban suami. Misalnya, sudah berjanji akan menjemput kita, namun tiba-tiba ada pekerjaan (amanah) yang jauh lebih penting, maka kita pun harus ikhlas untuk tidak dijemput.Hal ini bukan berarti pasangan hidup kita ingkar janji. Ya semua akan terasa indah manakala kita dapat memahami setiap pasangan hidup kita.

Mudah-mudahan bermanfaat.
Hadanallahu wa iyyakum ajma’in.

CERAH HATI INSTITUTE, Jakarta, 22 Juni 2009.

Minggu, 14 Juni 2009

SERI KELUARGA SAKINAH; “ADINDA, OH BUAH HATIKU, KAU DAN AKU SELALU SATU” Inspired by: Bimbo

Adinda oh sayang adinda
Namamu tiada duanya
Adinda oh sayang adinda
Dikau intan permata

Sejuknya embun dini hari
Sesejuk tutur senyum kau beri
Hangatnya sinar matahari
Sehangat cinta yang kau beri

Sejak kumengenal dikau
Dunia tampak indah kemilau
Aku hidup hanya untukmu
Jangan jangan jangan tinggalkan daku

Adinda oh sayang adinda
Namamu tiada duanya
Adinda oh buah hatiku
Kau dan aku selalu satu

Adinda, dikau lah embun pagi
Adinda, dikaulah matahari
Adinda, dikau permata hati
Adinda, cintaku,....adinda......

Mendengar lagu Bimbo yang berjudul Adinda ini, tersenyum-senyum saja saya sendiri, membayangkan betapa besar rasa sayang seorang pria yang digambarkan oleh pelantun lagu ini terhadap pasangan hidupnya, istrinya, sang Adinda. Tentu saja, seperti juga hal nya saya, setiap pria, setiap suami, ingin sekali sekuat daya dan upaya untuk menyayangi istrinya, selalu mencurahkan segenap cintanya kepada sang belahan jiwa, sang buah hati.

Tetapi pada kenyataannya, tidaklah mudah mewujudkan kondisi keluarga yang adem tentrem, rukun, akur, penuh kehangatan, berlimpah kebahagiaan, yang dilandasi dengan kekuatan iman.

Beberapa waktu belakangan ini, saya lumayan banyak di kirimi cerita lewat lewat message FB, e-mail, lewat telepon tentang masalah keluarga. Ada yang mengadukan kemelut rumah tangganya, meminta pendapat saya mengenai solusinya, seperti yang diceritakan seorang pendengar siaran inspirasi spiritual di radio Bahana 101.8 FM minggu lalu. Ia berkirim sms interaktif diwaktu siaran, bahwa suaminya menikah lagi, meninggalkan hutang, didatangi penagih, bahkan rumahnya terancam disita. Kisah tadi disambung keesokan harinya dengan menelepon saya sambil menangis mengadukan masalahnya dan mohon untuk dibantu mencarikan jalan keluarnya. Ada juga yang tiba-tiba dilabrak oleh seorang wanita, disangkanya ada main denga suaminya dan jadi WIL nya, tetapi ternyata salah alamat. Yang ini kasian juga, tapi saya jadi tertawa, karena teman saya tadi juga tertawa.

Kisah yang saya tulis ini adalah kisah yang dikirimkan seorang teman, yang menceritakan pengalaman hidupnya dalam mengarungi rumah tangga.

Sebutlah namanya Ibu Riri, tinggal di Bandung, kejadiannya pada tahun 2005. Pada malam takbiran di tahun 2005, secara tidak sengaja Ibu Riri melihat HP suaminya yang baru. Pengen tahu aja, kalau HP baru menunya, tampilannya dsb nya kaya’ apa sih. Ibu Riri ini bukan tipe perempuan yang suka menyelidiki apa yang ada pada suaminya. Dia dan juga suaminya adalah orang yang menghormati privasi masing-masing. Tidak mengecek isi dari HP masing-masing. Mereka berdua bekerja, sang suami di sebuah perusahaan ekspedisi dan Ibu Riri di perusahaan trading.

Rumah tangga mereka, seperti juga banyak rumah tangga lainnya, sering juga timbul pertengkaran, tapi rukun lagi, mesra lagi, ya gitu deh. Tidak ada pertengkaran hingga mengakibatkan pakai cerita pisah-pisahan, pisah ranjang, pisah rumah. Mereka nikah pada usia yang masih muda, katanya, ketika Ibu Riri masih kuliah di semester ke empat, hingga tahun 2005 usia pernikahan mereka mencapai lima belas tahun, serta dikarunia tiga orang anak, satu perempuan dan dua laki-laki.

Di malam takbiran tahun 2005 itu, terjadilah, hal yang tidak sama sekali terbayangkan oleh Ibu Riri. Didapatinya di “inbox” Hpo suaminya sebuah sms dari seseorang wanita, yang dia pikir itu adalah teman sekerja suaminya. Tapi kok bernada mesra. Lalu dia tekan tombol “sent” yang ternyata juga suaminya mengirim pesan dengan nada mesra ke nomor yang sama. Ditanyalah temuan itu kepada suaminya. “Bang sms siapa ini Bang, Bang, pesannya pakai sayang-sayang?” Itu mah lagu dangdut. Tapi itulah yang ditanyakan.

Tetapi jawaban yang diperoleh malah justru jauh diluar perkiraan Ibu Riri. Sang Suami langsung merangkulnya seraya berkata,”Mah, saya tidak mau kehilangan kamu, sungguh saya tidak mau kehilangan kamu.” “Eh, ada apa ini, saya kan cuma nanya, siapa sih yang ada di sms ini, Cuma itu kok?” tanya balik Ibu Riri dengan ekspresi tenang.

Dan ternyata jawaban suaminya di malam takbiran itu sungguh seperti halilintar yang menggelegar di siang hari yang tiada hujan. Sunguh diluar dugaan. Sms itu ternyata dari wanita lain yang sudah menjadi istri siri suaminya. Menurut Ibu Riri, ia tidak menjerit, tidak marah, dengan ketenangan yang saya juga tidak bisa membayangkan ia bertanya jawab dengan suaminya. Memang suaminya sering dinas ke lauar kota, berhari-hari meninggalkan rumah. “Dengan tenang saya mendengarkan omongan suami saya, walau pun di dalam hati saya berteriak, menjerit. Hanya bantal yang basah bersimbah air mata saja yang tahu betapa saya merasakan sakit yang amat sangat di hati saya.” Begitu kata Ibu Riri.

Masalah yang dihadapi Ibu Riri tidak sama sekali diceritakan kepada kakak dan adiknya, bahkan kepada Ibu nya sekali pun. Ia mencoba mendinginkan hati seraya merancang tindakan apa yang semestinya dia harus ambil yang terbaik bagi dia, suami dan anak-anaknya. Hingga akhirnya di penghujung tahun 2005, di bulan Desember Ibu Riri mengajak adik perempuannya untuk minta diantarkan ke Pengadilan Agama untuk mengetahui bagaimana caranya untuk menggugat cerai. Disitulah baru geger seluruh keluarga. “Kok nggak bilang-bilang. Memangnya kamu tidak punya keluarga.” Begitu kata ibunya terkejut setengah mati. Kata Ibu Riri kepada saya, menurut orang-orang, kalau ada keributan di rumah tangga sampai ke hal yang dia alami, si istri tidak pakai teriak-teriak, marah yang amat sangat, itulah tandanya “cinta” sudah tiada lagi.

Singkatnya perceraian pun terjadi, hal yang katanya, tidak diinginkan oleh suaminya. Dan anak-anak nya yang tiga orang itu ikut dengan Ibu Riri. Selang beberapa waktu berlalu, di tahun 2008 bulan Agustus, Ibu Riri menikah lagi dengan dengan seorang pria yang, Subhanallah, lebih muda tujuh tahun darinya dan masih bujangan. Ia menerima Ibu Riri dengan segala keberadaannya. Ibu Riri mengatakan, bahwa ia masih gamang dengan pernikahnnya kali ini, mengingat rentang usia yang cukup jauh dibawahnya dengan suaminya, dan ia musti belajar banyak bahkan dari awal untuk menata kembali rumah tangganya. Semoga Ibu Riri dan suami diberi kekuatan dan kemampuan untuk mengelola rumah tangganya menjadi rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, amin.

APA SIH KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH WA RAHMAH ITU?

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Rum:21)

Ketenteraman suami kepada isteri dan kelengketan isteri kepada suaminya merupakan hal yang bersifat fitar dan sesuai dengan nalurinya. Di dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum :21, dijelaskan pondasi kehidupan rumah tangga yang diliputi suasana dan perasaan yang sejuk. Isteri ibarat tempat suami bernaung, setelah perjuangannya seharian demi mendapatkan rejeki untuk menafkahi keluarganya, dan mencari penghiburnya setelah dihinggapi rasa letih dan penat. Dan pada pelabuhannya, semua letih dan penat itu ditumpahkan ke tempat bernaung ini. Ya, kepada sang isteri tercinta yang harus menerimanya dengan penuh rasa suka, wajah yang ceria, dan senyum riang yang tulus. Senyum yang sejuk seperti embun pagi.

Ketika itulah, sang suami mendapatkan darinya telinga yang mendengar dengan baik, hati yang welas asih, dan tutur kata darinya yang lemah lembut. Profil wanita solihah ditegaskan melalui tujuan ia diciptakan, yaitu menjadi penenteram bagi laki-laki dengan semua makna yang tercakup dalam kata “ketenteraman” (sakinah) itu. Dan, agar suatu ketenteraman itu dikatakan layak, maka ia (wanita) harus memiliki beberapa kriteria. Di antara yang terpenting adalah : “pemiliknya” merasa senang ketika ia memandangnya, ia mendapatkan pelayanan dengan baik apabila membutuhkannya, dan mampu menjaga keluarga dan hartanya bila suami jauh dari sisinya.

Terkait dengan pondasi rumah tangga yang dijelaskan dalam surat Ar-Rum : 21, ada beberapa hal yang layak untuk kita renungkan bersama:

PERTAMA , “Wa Ja’ala bainakum mawaddah wa rohmah.” “Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (QS Ar-Rum : 21). Terkait dengan makna ayat ini terdapat empat pendapat:
1. Arti Mawaddah adalah Al-Mahabbah (kecintaan), sedangkan arti Rahmah adalah Asy-Syafaqah (rasa kasih).
2. Arti Mawaddah adalah Al-Jima’ (hubungan badan) dan Rahmah adalah Al-Walad (anak).
3. Arti Mawaddah adalah mencintai orang yang lebih besar (lebih tua), dan Rahmah adalah, welas asih atau rasa kasih terhadap anak kecil (yang lebih muda).
4. Arti keduanya adalah saling berkasih sayang di antara pasangan suami-isteri.

Dalam kaitannya dengan makna ayat tersebut di atas, Imam Ibnu Katsir berkata, “Di antara tanda kebesaran-Nya yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan kekuasaan-Nya, Dia menciptakan wanita yang menjadi pasangan kamu berasal dari jenis kamu sendiri sehingga kamu cenderung dan tenteram jika berada disisinya (sakinah) . Andaikata Dia menjadikan semua Bani Adam (manusia) itu laki-laki dan menjadikan wanita dari jenis lain selain mereka, seperti bila berasal dari bangsa jin atau hewan, maka tentu tidak akan terjadi kesatuan hati di antara mereka dan pasangan (istri) mereka, bahkan sebaliknya membuat lari, bila pasangan tersebut berasal dari lain jenis.

Kemudian, di antara kesempurnaan rahmat-Nya kepada Bani Adam, Dia menjadikan pasangan mereka dari jenis mereka sendiri dan menjadikan di antara sesama mereka rasa cinta (mawaddah), dan rasa sayang (rahmah), rasa kasihan. Sebab, bisa jadi seorang laki-laki mengikat wanita karena rasa cinta atau kasih terhadapnya hingga mendapatkan keturunan darinya atau ia (si wanita) butuh kepadanya dalam hal nafkah atau agar terjadi kedekatan hati di antara keduanya, dan lain sebagainya.

KE DUA . Mari kita renungi sejenak firman-Nya, “dari jenismu sendiri.” Istri adalah manusia yang mulia di mana terjadi persamaan jenis antara dirinya dan suami, namun laki-laki memiliki tingkatan Qiwâmah (kepempimpinan) atas wanita (Al-Baqarah:228).

Kepemimpinan suami bukan artinya bertindak otoriter dengan membungkam pendapat orang lain (istri). Kepemimpinannya itu ibarat rambu lalu lintas yang mengatur perjalanan tetapi tidak untuk memberhentikan dengan semaunya.. Karena itu, kepemimpinan laki-laki tidak berarti menghilangkan peran wanita dalam berpendapat dan bantuannya di dalam membina keluarga.

KE TIGA. Rasa aman, ketenteraman dan kemantapan dapat membawa keselamatan bagi anak-anak dari setiap hal yang mengancam eksistensi mereka dan membuat mereka menyimpang serta jauh dari jalan yang lurus, sebab mereka tumbuh di dalam suatu ‘lembaga’ yang bersih, tidak terdapat kecurangan maupun campur tangan, di dalamnya telah jelas hak-hak dan arah kehidupan, masing-masing individu melakukan kewajiban nya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”

Kepemimpinan sudah ditentukan dan masing-masing individu sudah rela terhadap yang lainnya dengan tidak melakukan hal yang melampaui batas. Inilah makna firman-Nya dalam surat An-Nisâ`, ayat 34,”Ar Rijaa lu qowwaa muu na ’alannisaa.””Laki-laki itu pemimpin bagi kaum wanita.”

KE EMPAT. Masing-masing pasangan suami-isteri harus saling menghormati pendapat yang lainnya. Harus ada diskusi yang didasari oleh rasa kasih sayang tetapi sebaiknya tidak terlalu panjang dan sampai pada taraf berdebat. Sebaiknya pula salah satu mengalah terhadap pendapat yang lain apalagi bila tampak kekuatan salah satu pendapat, sebab diskusi obyektif yang diasah dengan tetesan embun rasa kasih dan cinta akan mengalahkan semua bencana demi menjaga kehidupan rumah tangga yang bahagia.

KE LIMA. Rasa kasih dan sayang yang tertanam sebagai fitrah Allah Subhanahu wa ta’ala di antara pasangan suami-isteri akan bertambah seiring dengan bertambahnya kebaikan pada keduanya. Sebaliknya, akan berkurang seiring menurunnya kebaikan pada keduanya sebab secara alamiah, jiwa mencintai orang yang memperlakukannya dengan lembut dan selalu berbuat kebaikan untuknya. Nah, apalagi bila orang itu adalah suami atau isteri yang di antara keduanya terdapat rasa kasih dari Allah Subhanahu wata’ala, tentu rasa kasih itu akan semakin bertambah dan menguat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dunia itu adalah kesenangan dan sebaik-baik kesenangannya adalah wanita shalihah.”

KE ENAM. Kesan terbaik yang didapat dari rumah tangga Nabawi adalah terjaganya hak dalam hubungan suami-isteri baik semasa hidup maupun setelah mati. Hal ini dapat terlihat dari ucapan istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tercinta, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang begitu cemburu terhadap Khadijah Radhiyallahu ‘anha, istri pertama Beliau padahal ia sudah wafat dan belum pernah dilihatnya. Hal itu semata karena Beliau sering mengingat kebaikan dan jasanya.

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan rumah tangga kaum Muslimin, rumah tangga kita, rumah tangga yang selalu diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Dan hal ini bisa terealisasi, manakala kaum Muslimin kembali kepada ajaran Rasul mereka dan mencontoh kehidupan rumah tangga Beliau.
Sejuknya embun dini hari, sesejuk tutur senyum kau beri, hangatnya sinar matahari, sehangat cinta yang kau beri....

Hadanallahu wa iyyakum ajma’in.


CERAH HATI INSTITUTE, Jakarta, 15 Juni 2009