Senin, 06 April 2009

SEBUAH SYAIR DARI EBIET G. ADE; HIDUP 1, Pernah Kucoba Untuk Melupakan Kamu.

Pernah, Kucoba untuk melupakan Kamu
Dalam setiap renunganku
Melupakan semua yang Kau goreskan
Pada telapak tanganku
Dan juga , Kucoba untuk meyakinkan pikiranku
Bahwa sebenarnya
Engkau tak pernah ada
Bahwa bumi dan isinya ini tercipta
Kerna memang harus tercipta
Bahwa Adam dan Hawa tiba-tiba
Saja turun
Tanpa kerna makan buah kuldi dahulu
Dan aku lahir
Juga bukan kerna campur tanganMu
Hanya kerna Ibu memang sudah seharusnya
Melahirkanku

Tetapi, Yang kurasakan kemudian
Hidup seperti tak berarti lagi
Dan ternyata bahwa
Hanya kerna kasih sayang-Mu
Yang mampu membimbing tanganku

Tuhan, maafkanlah atas
Kelancanganku
Mencoba meninggalkan-Mu
Sekarang, Datanglah Engkau bersama angin
Agar setiap waktu
Aku bisa menikmati kasih-Mu

Apabila kita mengingat Ebiet G. Ade, seringkali puisi dan lagu yang akrab dengan kita dan kita hafal hanya lagu-lagu “Untuk Sebuah Nama” dan “Camelia 1,2,3, 4, Berita Kepada Kawan dll”

Padahal puisi dan lagu-lagu Ebiet G. Ade sarat dengan nuansa yang kental mengungkapkan hubungan dengan Ke-Tuhan-an. Terutama pada album pertamanya “Camelia 1.” Khususnya pada lagu “Hidup 1; Pernah Kucoba untuk melupakan Kamu.” Entah mengapa setiap kali saya mendengarkan lagu ini hati saya terasa teriris dan menangis. Terasa sekali syair-syair lagu itu seakan mewakili suasana batiniah saya sekian tahun yang lampau. Tahun-tahun fase pencarian jati diri.

Syair tersebut, kalau meminjam istilah Bang Deddy Mizwar, adalah syairnya “Para Pencari Tuhan.” Mereka, bahkan saya dan mungkin banyak juga diantara kita, pernah mengalami masa-masa “jauh” dari Tuhan. Bahwa apa yang kita jalani dalam hidup ini kita anggap memang seutuhnya adalah karena andil kita sendiri.
Dalam puisi dan lagu Ebiet di atas, diakui oleh penulis puisi bahwa dia sudah berupaya sekuat tenaga, secara mati-matian meyakinkan pikirannya, mengenyampingkan peran Tuhan Yang Maha Kuasa dalam segala gerak dan denyut kehidupan. Bahwa bumi ini tercipta memang harus tercipta. Bahkan dia lahir memang karena Ibunya sudah seharusnya melahirkan. Bukan karena “campur tangan” Tuhan. Luar biasa upaya seseorang dalam pencarian jati dirinya.

Lalu apa yang kemudian didapatkannya? Dirasakannya hidup seperti tak berarti lagi. Hidup tapi seperti orang mati saja. Tanpa arah dan tujuan. Tetapi untungnya, penulis puisi tadi cepat kembali kepada fitrahnya, yaitu sebagai makhluk Tuhan. Dirindukannya “kedatangan dan kehadiran” Tuhan.

Dalam mengobati rasa bersalahnya kepada Tuhannya, ia pun memanjatkan doa dan taubat atas kesalahan dan kelancangannya, yang telah meninggalkan Tuhan selama bertahun-tahun.

Beberapa hari belakangan ini ada beberapa sahabat yang datang kepada saya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Ada masalah pribadi, hubungan yang sedang bermasalah dengan suaminya, keluarga hingga bisnisnya. Tapi yang membuat mereka mudah untuk menceritakan permasalahannya kepada saya, yaitu mereka bisa menemukan jalan keluar dari masalah yang mereka hadapi, dan menyelesaikannya. Ternyata cara mereka menyelesaikan masalah tidak sulit-sulit amat. Mereka hanya istiqomah dalam beribadah, mendekatkan diri kepada Allah, berintrospeksi akan kesalahan dan dosa yang telah mereka perbuat selama ini, kemudian mereka meminta ampun dan bertobat. Selanjutnya ditambah dengan mengerjakan amalan sunnah. Ada juga yang menceritakan pengalaman spiritual yang bisa dibagi kepada sesama teman lainnya. Sharing ya kalau pakai bahasa gayanya.

Memang teman-teman dan sahabat, masalah kecil yang kita hadapi bisa berubah menjadi bencana, bila kita tidak tahu kemana harus mencari jalan keluar, kemana mencari sandaran. Padahal jawabannya setiap hari kita lafalkan minimal tujuh belas kali sehari. Iyya kana’budu wa iyyaa kaa nasta’in. Hanya kepadaMu ya Allah kami menyembah dan hanya kepadaMulah kami mohon pertolongan. Tetapi seringkali pula kita lupa bila kita menghadapi masalah, menghadapi kemelut hidup, kita mencari pertolongan kepada pihak lain, yang justru kemudian malah menjerumuskan kita kedalam lembah penyesalan nan abadi di akhirat nanti.

Seorang sahabat, yang tinggal di Yogya berkirim cerita kepada saya tentang sebuah peristiwa yang terjadi di depan matanya yang dapat dijadikannya sebagai sebuah hikmah. Katanya sih mau sharing. Sebut saja namanya Yuniar, ia berkirim cerita bahwa beberapa hari lalu ia ikut nungguin operasi Abid, anaknya temannya yang baru kelas 5 SD. Yuniar berkisah “Selama hampir 5 jam di ruang tunggu operasi, saya mengalami banyak pencerahan keimanan. Kebetulan bersamaan dengan Abid, ada beberapa orang yang dioperasi. di situlah saya melihat berbagai karakter orang.
Di sela-sela lantunan lagu rohani katolik yang disetel operator (oya, RS Panti Rapih Yogya berbasis katolik, tapi banyak pasien Islamnya), ada penunggu yang khusuk berdoa, tak henti melafalkan doa, ada yang ngobrol, ada yang membaca buku doa.

Sekitar pukul 17.15 menjelang Abid keluar dari ruang operasi, masuklah serombongan keluarga yang mengantar anaknya akan operasi. Anak itu laki-laki umur 9 tahun, jatuh dari sepeda motor -- mungkin sudah pengin belajar naik motor Kang... -- kabarnya ada pembuluh darah yang pecah, kurang tahu sebelah mana, dan akan segera dioperasi. Namun ternyata ALLAH SWT berkehendak lain, belum sampai operasi dilakukan, anak tersebut meninggal dunia. Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un...”

Juniar melajutkan kisahnya,”Si ibu , yang sebelumnya duduk lemas di depan saya sembari melafalkan istighfar dan selalu berdoa, segera beranjak ke ruang operasi dan diberitahu kalau anaknya meninggal dunia. Pecahlah tangisnya.
Dia menangis meraung-raung dan memukuli pintu ruang operasi. Mendengar hal itu kami diliputi rasa yang tidak karuan. Kebayang Kang?
Di antara kegalauan hati menunggu operasi Abid, kami ikut menangis menyaksikan seorang ibu yang mendadak kehilangan anaknya. Sebagai seorang ibu, saya bisa mengerti bagaimana hancurnya hati ibu itu.Walaupun saya tidak bisa membayangkan bila hal itu terjadi pada saya. Naudzubillahi mindzalik, saya berlindung pada ALLAH dari kejadian seperti itu.”

Kemudian Yuniar melanjutkan,”Sayangnya saya tidak bisa ikut menghibur ibu itu, Ingin rasanya bertemu sekedar mengucapkan bela sungkawa dan menguatkan hatinya, karena ternyata Abid sudah didorong keluar oleh perawat untuk dibawa ke ICU. Saya hanya bisa menjabat tangan dan mengucapkan simpati saya kepada salah seorang kerabatnya.”

”Peristiwa itu membekas di mata saya Kang. Suara tangisan ibu itu terngiang di telinga saya, menggalaukan hati saya. Ya ALLAH, kesedihan datang mendadak seperti itu... Alhamdulillah pagi tadi , saya sempat mendengarkan tausiah dari Ustadz Jefri di TV, beliau berkata bahwa kita tidak boleh meletakkan istri/suami, anak, pangkat/jabatan, harta kekayaan di hati kita. Karena semua itu hanyalah HAK GUNA PAKAI, yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh ALLAH SANG PEMILIK kapanpun dan dengan cara bagaimanapun.”

”Langsung PLONG hati saya Kang... itulah jawaban kegalauan saya semalaman. Bila kita meletakkan sesuatu di hati kita, dalam arti sangat kita sayangi, kita banggakan, kita puja, tentu saat kehilangan kita akan merasakan pukulan yang telak... langsung TKO. Padahal pemilik semua itu adalah ALLAH SWT, benar-benar kita hanya dititipi, diamanahi...” Yuniar terus melanjutkan ceritanya

”Saya sangat bersyukur, dalam arti saya dapat menyaksikan peristiwa itu. Saya yakin itu semua bukan kebetulan, itulah cara ALLAH memberikan satu pelajaran berharga pada saya. Padahal sebelumnya, saya bermaksud hanya sebentar saja di RS Kang, setelah itu saya kembali ke kantor. Tapi ternyata hujan turun lebat sekali, dan jas hujan yang kami bawa (saya dan suami) hanya 1, daripada berbasah-basah ria kehujanan, jadilah kami tetap di ruangan itu hingga peristiwa itu terjadi. Subhanallah.. satu peristiwa yang makin membuat saya yakin, ALLAH punya kuasa atas segalanya... ALLAHU AKBAR.” Dengan menyebut takbir Yuniar menutup ceritanya.

Mudah-mudahan kita bisa menemukan nikmatnya berkomunikasi dengan Allah, yang mungkin sama besar nikmatnya mereka yang bersusah payah menemukan jalan untuk kembali kepadaNya. Peristiwa seseorang yang bersusah payah, berlelah-lelah berupaya menemukan TuhanNYa kita jadikan hikmah agar kita bisa sesegera mungkin menemukan Nikmat-Nya. Terima kasih kepada Mas Ebiet untuk puisi dan lagunya yang telah menginspirasi saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar