Minggu, 03 Mei 2009

ADA SAJADAH PANJANG TERBENTANG,…

ada sajadah panjang terbentang
dari kaki buaian
sampai ke tepi kuburan hamba
kuburan hamba bila mati
ada sajadah panjang terbentang
hamba tunduk dan sujud
diatas sajadah yang panjang ini
diselingi sekedar interupsi
mencari rezeki mencari ilmu
mengukur jalanan seharian
begitu terdengar suara adzan
kembali tersungkur hamba
ada sajadah panjang terbentang
hamba tunduk dan rukuk
hamba sujud tak lepas kening hamba
mengingat Dikau sepenuhnya
Bimbo kembali melantunkan syair dari Bp. Taufik Ismail, yang pada kali ini mengisahkan tentang kepatuhan seorang hamba ketika panggilan Tuhannya memanggil menggema.
Pada bait pertama digambarkan bahwa yang dimaksud dengan sajadah panjang terbentang adalah seluruh permukaan bumi terhampar sebagai tempat kita sebagai hamba Allah untuk beribadah. Apakah bila kita berada di Jakarta, di Papua, di Baghdad aatau di Tokyo sekali pun, permukaan bumi disana terhampar untuk bagi kita tetap diharuskan menegakkan shalat. Kewajiban bagi seorang hamba Muslim untuk menegakkan shalat adalah sampai dia tiba saatnya untuk dishalatkan atau maut telah menjemput. Sungguh sebuah ungkapan puitis yang indah ditorehkan oleh Bp. Taufik Ismail menerjemahkan “Aqimis shalah.”
Pada artikel saya yang lalu, saya menulis, bahwa kita sebagai manusia, seringkali “menyuruh” Allah untuk menunggu bila panggilan shalat telah bergema. Tunggu ya, saya sedang ada klien, tunggu ya, saya sedang makan, tunggu ya, saya sedang berkendaraan. Panggilan untuk shalat adalah panggilan untuk meraih kemenangan dan kesuksesan, “…hayya alas shalah, hayya alal falah.” Mendirikan shalat adalah sebuah proses tindakan penting yang harus dilalui dan dijalani apabila seseorang ingin meraih kemenangan dan kesuksesan.
Kita diingatkan oleh lewat lagu ini agar apabila panggilan azan sudah bergema, untuk meninggalkan segala aktifitas yang ada. Panggilan Allah kepada kita untuk menuju kemenangan, untuk meraih kesuksesan. Kita tumpahkan segala pengharapan diri kita kepada Allah Swt. Kita tunjukkan bentuk penyerahan diri yang totalitas kepada-Nya. “Inna Sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati Lillahi Robbil ‘Alamin.”
Beberapa waktu belakangan ini, banyak teman dan sahabat datang kepada saya menceritakan berbagai permasalahan yang dihadapi. Ada masalah rumah tangga yang gonjang-ganjing, ribut melulu antara suami dan isteri, ada konflik dengan keluarga Suami dan sebaliknya, ada masalah dengan anak yang ditangkap polisi karena terjaring razia narkoba, ada yang bermasalah dengan usahanya. Usahanya memang sedang banyak order, tetapi masalah juga datang tidak kalah sedikitnya, sehingga hitung punya hitung, ketika melihat ujung neraca keuangan, impas, untung enggak, rugi enggak, capek.
Tapi diantara yang bercerita kepada saya, ada salah seorang diantaranya yang membuat saya terharu dan kemudian kagum, karena ia berikhtiar kuat menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan cara istiqomah dalam menjalankan ibadah.
Sebutlah namanya Ibu Anita, tinggal di Bandung, bekerja di sebuah perusahaan swasta. Sekian tahun yang lalu, ia memulai ceritanya, ia menikah ketika baru menyelesaikan kuliahnya. Bertahun-tahun ia mengayuh bahtera keluarganya, hingga dikarunia tiga orang anak laki-laki. Seperti kita biasa, dalam mengarungi samudera rumah tangga, ada saja bumbu berupa percekcokan, tetapi kemudian baik kembali. Tetapi di tahun 2005, keutuhan rumah tangganya tidak bisa dipertahankan lagi. Jadilah Ibu Anita berpisah dengan memboyong ketiga anaknya. Ketika saya tanya,”apa penyebab cerainya.””Biasalah.”jawabnya pendek. Memang sejak dahulu Ibu Anita saya kenal pandai menjaga rahasia keluarganya. Itu kan aib, “enggak” baik diceritakan kepada orang lain.
Dua tahun kemudian, di tahun 2007, Ibu Anita menikah lagi. Tetapi baginya pernikahan yang diharapkannya menjadi pengobat luka hatinya, menjadi penggibur duka laranya, ternyata tidak. Kembali Ibu Anita tidak menceritakan sebabnya. Tetapi yang dia tidak tahan untuk mengatakan bahwa,” Aku cape kerja, lelah, aku pingin bahagia, aku ga’ mau menyesali apa yang sudah terjadi, tapi toh itu semua ga’ mungkin terlupakan karena tetap menjadi bagian hidup. Di tip ex pun tetap terlihat dan teraba. Ya...mungkin terhibur dengan kesibukan kerja dan menghabiskan waktu di kantor. Mau “menghilang” bukan keputusan baik karena tanggung jawabku pada “kids” yang tergantung padaku. Kang, beberapa kali aku berfikir ingin melompat saja dari jembatan jalan Tol, tapi aku tetap bertahan untuk menghadapi hidup ini.” Kali ini Ibu Anita pecah tangisnya. Subhanallah, tanpa ia bercerita pun saya kiranya dapat merasakan , betapa beratnya masalah rumah tangga yang sedang dihadapinya
Ada satu hal yang membuat saya surprise bila berbincang dengan Ibu Anita di telepon, ia mendahului dengan berucap,”Assalamu’alaikum.” Hal yang tidak pernah saya dengar sekian tahun yang lalu. Mestilah, saya pikir, ada sesuatu yang berubah. Beberapa kali ketika berbincang, bercerita via telepon, dia minta izin untuk berhenti dulu karena waktu shalat sudah tiba. Subhanallah.
Selama bercerita, Ibu Anita tidak mau menceritakan masalah apa saja yang dihadapinya selama berkeluarga. Dia hanya minta pandangan saya bagaimana caranya agar bisa diberi kemampuan dan kekuatan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Saya bertanya,”apa saja yang sudah dilakukan agar bisa memiliki kemampuan dan kekuatan untuk itu?” “Kang, saya berdoa dengan sepenuh hati disetiap shalat wajib dan tahajud saya. Saya minta kepada Allah untuk diberi kemampuan dan kekuatan untuk bisa menghadapi ini semua. Saya “ditemani” oleh sajadah, mengadu kepada Allah mengenai masalah hidup saya. Sajadah itu menjadi “teman” dan saksi saya di kala air mata saya mengalir di malam-malam tahajud saya ”
“Betul, itu sudah betul. Berarti kita sudah tahu kemana kita menyandarkan diri, kemana kita memohon petunjuk dan bantuan. Yang celaka adalah bila kita ketika sedang menghadapi masalah, sedang menghadapi kemelut hidup, apakah itu masalah keluarga, masalah bisnis, masalah penyakit yang berkepanjangan, masalah hutang yang bertumpuk, dll, kita tidak tahu harus kemana mencari tempat untuk menyandarkan diri, tempat untuk memohon bantuan, bisa-bisa terpeleset ke lembah kemusyrikan, mencari dukun, mencari paranormal dsb.
Lalu saya tambahkan,”Itu baru hablum minAllah. Ibarat orang pakai sepatu, kurang lengkap kalau hanya ber hablumminAllah, ikhtiar juga dong dengan ber hablumminannas. Apa itu? Ya berinfaq, menyantuni anak yatim, berbagi dengan fakir miskin. Kan Rasulullah pernah berpesan, sayangi yang di muka bumi, maka yang di langit akan menyayangi kamu.””Insya Allah, akan saya jalankan,”kata Ibu Anita menutup pembicaraannya.
Satu hal penting tentang ibu Anita dalam pandangan saya, ia baru menjadi Muslim ketika ia kuliah. Subhanallah.
mencari rezeki mencari ilmu , mengukur jalanan seharian
begitu terdengar suara adzan , kembali tersungkur hamba
ada sajadah panjang terbentang ,hamba tunduk dan rukuk
hamba sujud tak lepas kening hamba
mengingat Dikau sepenuhnya

Jakarta, 4 Mei 2009
Danu Kuswara
Cerah Hati Institute
021-27953797, 08129116242

Tidak ada komentar:

Posting Komentar