Minggu, 08 Maret 2009

SEORANG TEMAN YANG MERINDUKAN KEHADIRAN ANAK

Pekan lalu ada seorang teman, namanya Avivah, berkirim e-mail kepada saya. Isinya,”Kang Danu, saya sudah berumah tangga selama enam tahun, dan sampai kini belum dikaruniai anak atau keturunan. Saya sudah berobat ke dokter, tetapi belum ada hasilnya. Mohon saran dari Kang Danu apa yang harus saya lakukan supaya bisa segera mendapatkan keturunan?” Lemas rasanya tubuh saya membaca e-mail tersebut. Pertanyaannya sederhana, tetapi jawabannya yang sulit.

Sambil bersandar di kursi dan merebahkan kepala seraya memejamkan mata, saya bergumam dalam hati,”Ya Allah, berilah hamba-Mu ini petunjuk agar dapat membantu masalah yang sedang dihadapi teman saya ini.” Ada sekitar lima menit saya terpejam. Tiba-tiba saja saya teringat akan hal yang sama yang pernah dialami oleh seorang teman saya yang lain, yang sampai sekarang sudah sekitar lima tahun tidak berjumpa.

Teman saya itu, sebut saja namanya bang Ikhsan, begitu yang biasa saya panggil. Sekitar Lima tahun lalu dia bercerita kepada saya mengenai pengalamannya sehingga ia akhirnya diberi karunia dan amanah oleh Allah, seorang anak. Lima tahun lalu, bang Ikhsan beserta istri sudah berumah tangga selama delapan tahun, belum dikaruniai seorang anak. Dan selama delapan tahun itu mereka berikhtiar ke sekian banyak dokter untuk mendapatkan keturunan. Hasilnya, luar biasa, mereka dinyatakan sehat secara fisik dan subur.

Pada tahun ke delapan pernikahannya, mereka tetap berikhtiar tanpa kenal putus asa dan kata menyerah. Mereka bertanya kepada salah seorang sahabatnya bagaimana caranya agar bisa mendapatkan keturunan. Toh mereka sehat dan subur. Tanpa diduga-duga sahabatnya tersebut menjawab,”sudah pernah Umrah belum?””Lho kok Umrah jawabannya. Memangnya kenapa dengan Umrah?”sergap bang Ikhsan surprise mendengar jawaban sahabatnya. Temannya menjawab lagi,”Kalau Umrah, kan kita bisa menjumpai tempat-tempat yang mustajab untuk berdoa. Di Madinah, di Masjid Nabawi berdoa deh di Raudoh. Kalau di Masjidil Haram, berdoa di Multazam, Maqom Ibrahim, dan Hijir Ismail. Berdoa deh kamu sekhusyu’ mungkin, ikhlas, mohon ampun dulu atas segala dosa yang pernah kita perbuat. Lalu mintalah apa yang kita hajatkan. Insya Allah, Allah akan mengabulkan.” Bang Ikhsan terdiam merenung dengan mimik wajah serius.

Bang Ikhsan tidak puas mendengar jawaban sahabatnya itu. Dalam pikirannya terlalu jauh mengaitkan keinginan untuk punya anak dengan Umrah. Kemudian bang Ikhsan mendatangi seorang sahabatnya yang lain untuk bertanya bagaimana caranya agar bisa mendapatkan keturunan? Dan tidak disangka-sangka olehnya, jawabannya sama,”Sudah pernah Umrah belum?” Dan alasannya sama dengan penjelasan sahabatnya yang pertama diatanyai olehnya. Bang Ikhsan jadi bingung seperti orang yang kehabisan pikiran.

Kali ketiga, bang Ikhsan menemui Ustadz di Masjid dimana Bang Ikhsan sering shalat berjamaah di dekat tempat tinggalnya. Tanpa diduganya juga sang Ustadz menjawab dengan jawaban yang sama,”Sudah pernah Umrah belum?” Dan seterusnya dengan alas an yang sama. Pusing kepala ang Ikhsan mendengar jawaban Ustadnya tersebut.

Sudah tiga orang yang didatangi oleh Bang Ikhsan dan ketiganya menjawab dengan hal yang sama? Apakah ini semua terjadi secara kebetulan atau apa? Bang Ikhsan dalam ketidak mengertiannya memutuskan untuk datang bertanya kepada ayah dan ibunya dan kemudian kepada ayah dan ibu mertuanya. Apa jawaban yang didapatnya? Ternyata orang tua dan mertuanya memberi jawaban yang sama. Makin tidak mengerti bang Ikhsan akan hal ini semua.

Bang Ikhsan memutuskan akan bermunajat, bertanya kepada Allah untuk mencari rahasia dari jawaban teman-teman, Ustadz, orang tua dan mertuanya. Dalam tahajudnya, bang Ikhsan mencurahkan segala ketidak mengertiannya tersebut. Dan dalam khusyu’ doanya, ang Ikhsan akhirnya memutuskan akan berangkat umrah bersama istri. Barangkali ini petunjuk dari Allah. Di tanah suci mereka berniat untuk memanjatkan doa seluas-luasnya, terutama memohon agar Allah berkenan mengamanahkan kepada mereka anak keturunan. Di Raudah, Multazam, Maqom Ibrahim dan Hijir Ismail mereka berdoa dengan penuh kemantapan hati dan penuh pengharapan.

Sekitar tiga bulan setelah kembali dari umrah, bang Ikhsan kedatangan salah seorang tetangganya yang tukang ojek dengan maksud hendak meminjam uang untuk memeriksakan kandungan istrinya yang sudah berusia delapan bulan. Ketika ditanya oleh bang Ikhsan,”Anak yang keberapa Mas?” Dengan sedikit tersipu tukang ojek menjawab,”yang kelima Pak.””Subhanallah, yang kelima?”Tanya Bang Ikhsan terkaget. Dalam pikirannya kok ada orang yang dengan mudahnya mendapat anak, eh kok saya susah banget.

Akhirnya setelah berunding singkat dengan istri, dan dengan dilandasi niat untuk berbuat baik, maka Bang Ikhsan dan istri memutuskan untuk tidak memberikan pinjaman uang, melainkan memberikan saja untuk biaya periksa kandungan dan sekalian biaya melahirkannya. Usut punya usut, Bang Ikhsan rupanya sudah tahu akan kondisi kehidupan tukang ojek tersebut, dan bahkan keempat anak-anaknya sudah seperti tidak terurus. Dan sudah sepantasnya Bang Ikhsan membantu. Menurut pemahamannya dalam mengikuti ta’lim-ta’lim, tidak ada satu kebaikan yang tidak dibalas oleh Allah, sebagaimana tidak ada satu pun keburukan dan kejahatan yang tidak dibalas oleh Allah.

Bahkan ketika hendak melahirkan, bang Ikhsan lah yang menolong membawa istri tukang ojek itu ke rumah sakit. Melahirkan dengan cara Caesar, karena kandungan istri tukang ojek ada masalah, karena kurang diurus selama mengandung. Setelah melahirkan seorang bayi laki-laki, tukang ojek beserta istri datang berkunjung ke rumah bang Ikhsan untuk bersilaturahmi, mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya. Dengan ucapan perlahan, si tukang ojek dan istri juga berucap, yang amat mengejutkan bang Ikhsan dan istri, bermaksud ingin menyerahkan anaknya yang baru lahir untuk diurus oleh bang Ikhsan. Sungguh amat terkejut dan tidak menyangka-nyangka bang Ikhsan dan istri mendengar hal itu. Setelah merenung dan berunding dengan istrinya, bang Ikhsan dan istri menolak dengan halus tawaran tersebut. Bang Ikhsan tidak ingin perbuatan baiknya dianggap sebagai pamrih untuk bisa memiliki anak dari tukang ojek tersebut. Dan bagi mereka kasih sayang dari orang tua kandung tidak akan bisa tergantikan oleh siapa pun

Sebaliknya bang Ikhsan dan istri bermaksud untuk menjadikan anak tersebut sebagai anak asuh. Biaya susu, dan biaya makanan anak tersebut akan ditanggung oleh bang Ikhsan dan istri, dan akan membiayai sampai anak tersebut selesai SLTA. Begitu pun dengan ke empat anak tukang ojek lainnya, akan ditanggung biaya sekolahnya sampai semua lulus SLTA. Menurut bang Ikhsan, kalau mau berbuat baik jangan tanggung-tanggung, jangan pakai hitung-hitungan. Biar gantinya Allah saja yang balas.

Lima bulan kemudian, Subhanallah, istri bang Ikhsan akhirnya mengandung. Ikhtiar yang mereka jalani selama lebih dari delapan tahun diiringi doa pada shalat wajib dan tahajud, bahkan dengan melakukan umrah, serta menanam kebaikan akhirnya berbuah manis. Memang Allah tidak pernah mengingkari janjinya. Siapa yang menanam kebaikan akan menuai kebaikan pula.

Dalam penutup ceritanya, bang Ikhsan membuka rahasia betapa ia dan istri gigih dan sabar untuk berupaya mendapatkan anak keturunan. Pertama yang mereka lakukan adalah menjaga ibadah, jangan sampai shalat wajib ada yang bolong, walau bagaimana pun kondisinya, dan diiringi dengan doa. Kedua, shalat tahajud secara istiqomah. Ketiga sering menyantuni anak yatim dan fakir miskin. Keempat, ini yang menjadi kebiasaan mereka setelah pulang umrah yaitu memberi makan kepada pengemis yang suka berkumpul di Masjid menjelang shalat Jum’at sekitar 10 orang rutin setiap hari Jum’at. Kelima, banyak-banyak menjenguk orang sakit, doakan untuk kesembuhannya dan minta juga didoakan, karena doa orang sakit itu mustajab. Dan keenam, jangan sampai kita lupa, “saya banyak minta didoakan oleh orang tua saya , karena saya yakin doa mereka itu amat mustajab, sebagaimana juga sumpah serapah mereka. Saya bahagiakan mereka, saya buat mereka senang sekuat dan semampu saya. Itu semua saya jalankan seperti yang disarankan oleh Ustadz saya.”kata bang Ikhsan

Demikian cerita bang Ikhsan kepada saya. Terima kasih saya haturkan kepadanya yang telah memberikan saya inspirasi untuk berbagi kepada teman saya yang sedang menantikan datangnya amanah Allah berupa anak, mba’ Avivah. Dan semoga juga bisa bermanfaat untuk teman-teman dan sahabat lainnya yang kebetulan sedang menanti amanah Allah SWT, baik yang baru beberapa bulan maupun yang sudah bertahun-tahun.

Kang Danu (Danu Kuswara), Jakarta, 8 Maret 2009

Muhajirin Learning Center
Dakwah, Publishing, Training & Consultancy

Perkantoran Yayasan Wakaf Al-Muhajirin
Komplek Billy Moon Pd. Kelapa Kalimalang, Jakarta 13450
021 8649806 – 021 27953797 - 08129116242

Tidak ada komentar:

Posting Komentar